museum

Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka

Jorong Tanah Sirah Nagari Sungai Batang Kecamatan Tanjung Raya

Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka merupakan museum khusus yang diresmikan pada tanggal 11 November 2001 oleh Gubernur Sumatera Barat. Didalam museum ini terdapat berbagai peninggalan dari Buya Hamka mulai dari ranjang tempat tidur dan peralatan lainnya. Disebelah ruang tamu terdapat 5 (lima) rak buku kaca tempat menyimpan buku-buku koleksi Buya Hamka yang terdiri dari 31 (tiga puluh satu) judul dari 137 (seratus tiga puluh tujuh) karangan Buya Hamka. Museum ini berada di bawah kepemilikan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Agam.

museum

Museum Tuanku Imam Bonjol

Jl. Lintas Sumatera Bukittinggi – Medan km. 55 Bonjol Pasaman Sumatera Barat

Pendirian museum dilatar belakangi oleh sosok dari Tuanku Imam Bonjol yang berjasa dalam mempertahankan dan melawan bangsa penjajah yang terjadi pada abad-18. Sikap sebagai seorang ulama dan pemimpin yang hebat yang di embannya agar dapat ditiru dan ditauladani oleh generasi muda

museum

Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta

Jl. Soekarno Hatta No. 37, Campago Ipuh, Mandiangin Koto Selayan, Bukittinggi, Sumatera Barat

Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta merupakan museum yang di dalamnya menceritakan kondisi keluarga Bung Hatta yang sesungguhnya

museum

Museum Situs Lubang Tambang Mbah Soero

Jl. Kampung Teleng Kel. Pasar, Kec. Lembah Segar Kota Sawahlunto

Museum Situs Lubang Tambang Mbah Soero merupakan museum khusus yang terbagi menjadi dua bagian yaitu Galeri Info Box dan Lubang Tambang Mbah Soero. Galeri Info Box dulunya merupakan tempat stock field (penumpukan batu bara) yang digali dari lubang tambang Mbah Soero. Pada tahun 1947 pada lokasi ini dibangun gedung Pertemuan Buruh (GPB), gedung ini berfungsi sebagai tempat hiburan sekaligus tempat bermain judi bagi buruh pekerja tambang yang tinggal disekitar Kawasan Tanah Lapang dan Air Dingin. Tahun 1965 Gedung Pertemuan Buruh berubah menjadi Gedung Pertemuan Karyawan (GPK), dan pada masa ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis sebagai ruang pertemuan setiap yang setiap minggunya mengadakan bazar (pasar murah) sebagai rayuan untuk merekrut anggota baru. Tahun 1970-an gedung ini beralih fungsi menjadi rumah karyawan tambang batu bara hingga tahun 2004. Dari tahun 2004 sampai dengan 2007 dilakukan penelitian oleh Badan Cagar Budaya dan Bangunan tidak termasuk dalam kategori benda cagar budaya yang dilindungi sehingga akhir tahun 2007 bangunan ini dirobohkan dan dibangun gedung baru. Pada tahun 2016 dilakukan lagi penelitian antara Kantor Peninggalan Bersejarah dengan Pusat Studi Humaniora Universitas Andalas Padang tentang pemberian nama objek Mbah Soero dengan keterkaitan lubang tambang. Dari hasil penelitian tersebut tidak ditemukan sosok seorang Mbah Soero, namun Mbah Soero hanya ada dalam cerita fiktif yang berkembang di tengah masyarakat yaitu seorang mandor dari Jawa yang menjadi panutan bagi pekerja buruh pada masa Kolonial Belanda.

museum

Museum Kereta Api menempati bangunan yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada 1902. Pembangunan stasiun kereta api Sawahlunto dimaksudkan sebagai moda transportasi pengangkut batubara pada masa itu pada awal abad-19 hingga pertengahan abad ke-20. Akhirnya pada tahun 2000 produksi batu bara di Sawahlunto yang berimbas pada aktifitas dan keberadaan kereta api di Sumatera Barat Akhirnya dengan diberhentikannya operasi kereta api di Sawah Lunto pada tahun 2003 menjadi titik awal dari rencana diadakannya museum kereta api. Museum ini dulunya merupakan stasiun kereta api yang termasuk dalam Devisi Regional III Sumatera Barat. Pembangunan museum kereta api ini juga sebagai upaya melestarikan Stasiun Sawahlunto, PT Kereta Api Indonesia dan pemerintahan Kota Sawahlunto bekerja sama memanfaatkan Stasiun Sawahlunto sebagai museum. Museum Sawahlunto diresmikan tanggal 17 Desember 2005 oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla.

museum

Istano Basa Pagaruyung

Jl. Sultan Alam Bagagarsyah

"Museum Istano Basa Pagaruyung merupakan museum khusus. Istano Basa Pagaruyung dahulu merupakan kediaman dari Raja Alam, sekaligus pusat pemerintah dari sistem konfederasi yang dipimpin oleh triumvirat (tiga pemimpin) berjuluk ‘Rajo Tigo Selo’. Sistem kepemimpinan kerajaan dengan dibantu dua wakilnya, yaitu Raja Adat yang berkedudukan di Buo serta Raja Ibadat yang berkedudukan di Sumpur Kudus. Kedua wakil ini memutuskan berbagai perkara yang berkaitan dengan permasalahan adat serta agama. Tetapi, jika suatu permasalahan tidak terselesaikan maka barulah Raja Pagaruyung (Raja Alam) turun tangan menyelesaikannya. Bangunan asli dari istana ini awalnya berlokasi di Bukit Batu Patah. Setelah insiden tahun 1804 istana ini didirikan kembali, tetapi terbakar habis pada tahun 1966. Pada 27 Desember 1976 upaya rekonstruksi ulang kembali dilakukan dengan ditandai peletakan tunggak tuo (tiang utama) olehh Gubernur Sumatera Barat saat itu Harun Zain. Istana ini dibangun kembali dilokasinya yang baru di sisi selatan bangunan asli, yaitu lokasi saat ini."

Testimoni