Data Museum
Museum Bank Indonesia
Jl.Pintu Besar Utara No.3Museum BI menempati gedung BI Kota yang sebelumnya digunakan oleh De Javasche Bank, gedung yang mempunyai nilai sejarah tinggi yang terancam kerusakan apabila tidak dimanfaatkan dan dilestarikan. Pemerintah telah menetapkan bangunan tersebut sebagai bangunan cagar budaya. Selain dari gedung bersejarah, BI juga memiliki benda-benda dan dokumen-dokumen bersejarah yang perlu dirawat dan diolah untuk dapat memberikan informasi yang sangat berguna bagi masyarakat.
Museum Joang 45
Jl. Menteng Raya 31Pada tahun 1938, seorang pengusaha Belanda bernama LC Schomper mendirikan sebuah hotel yang bernama Schomper 1 di daerah Menteng Raya. Hotel ini dibangun khusus bagi pejabat tinggi Belanda, pengusaha asing dan pejabat pribumi. Ketika Jepang menjajah Indonesia, Hotel Schomper dikuasai oleh pemuda Indonesia dan dijadikan asrama dan tempat pendidikan nasionalisme para pemuda Indonesia. Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Adam Malik, Chaerul Saleh dan sejumlah tokoh Indonesia lainnya merupakan tokoh-tokoh yang terlibat dalam pendidikan pemuda yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada masa ini Hotel Schomper 1 kemudian diganti dengan nama GedungMenteng 31. Seiring perkembangan waktu pada tanggal 19 Agustus 1974, setelah melalui serangkaian perbaikan dan renovasi, Gedung Menteng 31 diresmikan sebagai Museum Joang 45 oleh Presiden Soeharto dan Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin
Museum Nasional Indonesia
Jl. Medan Merdeka Barat No.12Menjelang akhir abad ke-18, di Eropa tengah terjadi revolusi intelektual (the age of enlightenment) dimana pemikiran-pemikiran ilmiah dan ilmu pengetahuan mulai berkembang. Pada tahun 1752 di Harlem, perkumpulan ilmiah Belanda bernama De Hollandsche Maatschappij der Wetenschappen berdiri. Hal ini mendorong pemerintah Belanda di Batavia mendirikan organisasi yang sejenis bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BG) pada 24 April 1778. Lembaga ini bersifat independen dengan tujuan memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan khususnya biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi dan sejarah. Selain itu, BG juga menerbitkan hasil-hasil penelitian. Semboyannya adalah “Ten Nutte van het Algemeen” yang berarti untuk kepentingan masyarakat umum. Salah seorang pendiri lembaga ini, JCM Radermacher, menyumbangkan sebuah rumah miliknya di jalan Kalibesar, yang pada masa itu merupakan kawasan perdagangan penting di Batavia. Ia pun menyumbangkan koleksinya berupa benda-benda budaya dan buku-buku. Sumbangan Radermacher inilah yang menjadi cikal-bakal berdirinya museum dan perpustakaan. Selama masa pemerintahan Inggris di Jawa (1811-1816), Letnan Gubernur Sir Thomas Stamford Raffles memerintahkan pembangunan gedung baru untuk digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dulu disebut gedung “Societeit de Harmonie”). Alasan pembangunan gedung baru ini tak lain karena rumah di jalan Kalibesar sudah penuh dengan berbagai koleksi. Bangunan ini berlokasi di jalan Majapahit nomor 3. Sekarang di tempat ini berdiri kompleks gedung Sekretariat Negara, di dekat Istana Kepresidenan. Dari masa ke masa, jumlah koleksi milik BG terus meningkat sampai pada akhirnya museum di jalan Majapahit tidak dapat lagi menampung koleksinya. Pada tahun 1862, pemerintah HindiaBelanda memutuskan untuk membangun sebuah gedung museum baru di lokasi yang sekarang, yaitu Jalan Medan Merdeka Barat No. 12 (dahulu disebut Koningsplein West). Tanahnya meliputi area yang kemudian di atasnya dibangun gedung Rechst Hogeschool atau “Sekolah Tinggi Hukum”. (pernah dipakai untuk markas Kenpetai di masa pendudukan Jepang, dan sekarang Departemen Pertahanan dan Keamanan). Gedung museum ini baru dibuka untuk umum pada tahun 1868. Museum ini sangat dikenal di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya penduduk Jakarta. Mereka menyebutnya “Gedung Gajah” atau “Museum Gajah” karena di halaman depan museum terdapat sebuah patung gajah perunggu hadiah dari Raja Chulalongkorn (Rama V) dari Thailand yang pernah berkunjung ke museum pada tahun 1871. Kadang kala disebut juga “Gedung Arca” karena di dalam gedung memang banyak tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai periode. Pada tahun 1923 perkumpulan ini memperoleh gelar “Koninklijk” karena jasanya dalam bidang ilmiah dan proyek pemerintah sehingga lengkapnya menjadi Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Pada tanggal 26 Januari 1950, Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen diubah namanya menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Perubahan ini disesuaikan dengan kondisi waktu itu, sebagaimana tercermin dalam semboyan barunya: “memajukan ilmu-ilmu kebudayaan yang berfaedah untuk meningkatkan pengetahuan tentang kepulauan Indonesia dan negeri-negeri sekitarnya”. Mengingat pentingnya museum ini bagi bangsa Indonesia maka pada tanggal 17 September 1962 Lembaga Kebudayaan Indonesia menyerahkan pengelolaan museum kepada pemerintah Indonesia, yang kemudian menjadi Museum Pusat. Akhirnya, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, No.092/ 0/1979 tertanggal 28 Mei 1979, Museum Pusat ditingkatkan statusnya menjadi Museum Nasional.
Museum Seni Rupa dan Keramik
Jl. Pos Kota No. 2 Jakarta BaratTahun 1866 atas rekomendasi Raja Willem III, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Pieter Mijer mengeluarkan keputusan untuk membangun Gedung Raad van justitie (peradilan) dengan arsitek Jhr. Willem Herman Frederik Hendrik van Raders. Tahun 1870 Gedung Raad van Justitie selesai dibangun oleh perusahaan konstruksi Drossacras & Co dengan biaya 269 ribu gulden. Tahun 1942 pemerintah Jepang mengganti nama Raad van Justitie menjadi Koto Hoin. Tahun 1949 Pemerintah Belanda mengalihfungsikan sebagai asrama Nederlandsch Missie Militer (NMM) tentara Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger (KNIL) Tahun 1950 Gedung Raad van Justitie ditutup untuk umum karena menjadi tempat penyimpanan alat-alat militer. Tahun 1970 Gedung dipaakai sebagai Kantor Walikota Jakarta Barat. Tahun 1974 gedung mengalami pemugaran dan menajdi Kantor Dinas Sejakarah dan Museum DKI Jakarta. Tahun 1976 Gedung diresmikan sebagai Balai Seni Rupa Jakarta atas prakarsa Bapak Wakil Presiden Adam Malik. Tahun 1977 Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin meresmikan gedung sebagai Museum Keramik. 1986 Gedung menjadi Balai Seni Rupa dan Keramik. Tahun 1990 ndiresmikan sebagai Museum Seni Rupa dan Keramik.
Museum Prasasti
Jl. Tanah Abang I no.1, Petojo Selatan, Gambir, Jakarta PusatMuseum Taman Prasasti awalnya digunakan sebagai pemakaman khusus orang asing di Batavia. Makam dengan nama Kebon Jahe Kober ini berdiri pada tanggal 28 September 1975. Saat itu kondisi kota Batavia sangat padat dan tidak sehat, menyebabkan banyak warga yang terserang wabah penyakit. Proses kematian berjalan cepat, sehingga halaman gereja tidak mampu menampung banyaknya makam. Pemerintah kota lalu mencari lahan pemakaman baru diluar kota arah selatan. Lokasi pemakaman Kebon Jahe cukup strategis dengan area seluas 5,5 hektare, didekat sungai Krukut. Sungai ini dimanfaatkan untuk membawa jenazah dan kerabat pengantar dengan puluhan perahu dari pusat kota menuju Kebon Jahe. Setelah mengarungi sungai , Jenazah dibawa dengan kereta menuju pemakaman ini dikhususkan bagi pegawai kompeni dan orang-orang yang disetarakan dengan orang Belanda. Hal itu terus berlanjut hingga pemerintahan VOC berakhir, bahkan saat Indonesia kembali ke tangan Belanda dan Jepang. Kebon jahe berkembang menjadi pemakaman yang prestisius karena banyak orang yang terkenal yang dimakamkan disana baik pejabat penting, pelaku sejarah, hingga selebritis pada masanya pemakaman Kebon Jahe Kober diresmikan sebagai Museum Prasasti pada tanggal 9 Juli 1977. Sebelum diresmikan, selama 2 tahun dilakukan pengangkatan rangka pada keseluruhan makam. Rangka-rangka tersebut sebagian ada yang dikembalikan pada pihak keluarga dan dibawa kenegara asal, dan sebagian lagi dipindahkan ke pemakaman Menteng Pulo. Saat ini luas lahan mengalami penyempitan menjadi 1,3 ha.
Museum Indonesia
Jl. Raya Taman MiniMuseum Indonesia merupakan salah satu museum yang ada di TMII berlokasi di samping Gedung Badan Pusat Pengelolaan Taman Mini "Indonesia Indah" dengan posisi menghadapa arah Selatan. Gedung bertingkat 3 yang sarat dengan patung-patung dan ukiran-ukiran bergaya arsitektur tradisional Hindu Bali yang telah dikembangkan dan dirancang oleh Ida Bagus Tugur, seorang arsitek, pelukis dan juga seorang dosen dari Universitas Udayana. Pembangunan Museum Indonesia diprakarsai oleh Almarhumah Ibu Siti Hartinah Soeharto atau Ibu Tien Soeharto di atas tanah seluas 20.100 m2 dan luas bangunan utama 7.000 m2. Waktu yang diperlukan untuk membangun museum ini kurang lebih 4 tahun lamanya dimulai sejak peletakan batu pertama pada tahun1976 hingga selesai pada tahun 1980. Museum Indonesia diresmikan oleh Bapak Presiden Soeharto pada tanggal 20 april 1980 bertepatan dengan ulang tahun TMII ke-5 dan sejak saat itu pula Museum Indonesia dibuka untuk umum. Tujuan dibangunnya Museum Indonesia adalah sebagai tempat penelitian ilmiah, pendidikan, pariwisata dan rekreasi. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan, memanfaatkan koleksi dan mengomunikasikannya kepada masyarakat. Pembangunannya didasari oleh filosofi Tri Hita Kirana yang menjelaskan adanya 3 sumber kebahagiaan manusia yaitu hubungan manusia dengan sesama, manusia dengan lingkungan, dan manusia dengan Tuhan.