museum

Kehadiran museum di sulawesi selatan ditandai dng didirikan Celebes Museum oleh pemerintah Nederlands Indie (Hindia Belanda Tahun 1938 di kota Makassar sebagai ibukota Gouvernement Celebes Onderhorigheden, Pemerintah Sulawesi dan daerah taklukkannya. Pada tahun 1966 budayawan berinsiatif untuk merintis kembali museum. Pada tgl 1 mei 1970 secara resmi dinyatakan berdiri "Museum La Galigo" sebagai Museum Daerah berdasarkan SK Gubernur Kepala Daerah Tk.I Propinsi Sulawesi Selatan No.I182/V/1970. Tanggal 24 februari 1974 Direktur Jendral Kebudayaan dan Departemen Pendidikan dan kebudayaan R.I :Prof I.B Mantra meresmikan Gedung pameran tetap museum . Tanggal 28 mei 1979 berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.093/0/1979 "Museum La Galigo" resmi memjadi Museum Propinsi Sulawesi Selatan dan Merupakan Unit Pelaksana Tekhis dibidang Kebudayaan khususnya bidang permuseuman. Pada era otonomi daerah "Museum La Galigo" berdasarkan SK Gubernur Sulawesi Selatan nomor.166 tahun 2001 tanggal 28 juni 2001 berubah nama menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknus Dinas) pada Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Propinsi Sulawesi Selatan. Tanggal 18 februari 2009 organisasi dan tata laksana kerja Unit Pelaksana Tehnis Daerah (UPTD) Museum La Galigo Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Propinsi Sulawesi Selatan diatur berdasarkan peraturan Gubernur Sulawesi Selatan di atur berdasarkan Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan No.40 tahun 2009.

museum

Museum Multatuli

Jl. Alun-alun Timur No. 8

Multatuli adalah pseudonym (nama pena/samaran) dari Eduard Douwes Dekker. Ia pertama kali tiba di Rangkasbitung pada 21 Januari 1856 dan bertugas sebagai asisten residen Lebak. Ia bekerja tidak lebih dari 84 hari, lalu mengundurkan diri setelah berselisih paham dengan pejabat-pejabat kolonial lainnya. Multatuli kemudian pergi ke Belgia dan menuliskan kegelisahannya dalam bentuk roman berjudul Max Havelaar pada 1860. Secara umum dan sudah menjadi bagian dari historiografi Indonesia, ceritanya memuat bagaimana bobroknya sistem kolonial (cultuurstelsel), khususnya persekutuannya dengan sistem feodal. Kisah Multatuli menjadi narasi sebagai aset di Lebak untuk dijadikan pembelajaran (tentang bagaimana kolonialisme bekerja dan bagaimana sistem itu diruntuhkan oleh gerakan nasionalisme) dalam bentuk pendirian museum. Ide pendirian Museum Multatuli telah direncanakan sejak 2015. Pada tahun 2016, delegasi pejabat dan guru dari Pemerintah Kab. Lebak pergi ke Belanda untuk mengunjungi Arsip Nasional Belanda dan Multatuli Huis di Amsterdam. Kunjungan ini dilakukan untuk membangun komunikasi dan persahabatan guna keberlangsungan Museum Multatuli yang sedang dirintis. Pada 11 Februari 2018, Museum Multatuli secara resmi dibuka untuk masyarakat. Peresmian museum dilakukan oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Hilmar Farid dan Bupati Lebak, Hj. Iti Octavia Jayabaya.

museum

Museum Kehutanan "Ir. Djamaludin Suryohadikusumo"

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kompleks Manggala Wanabakti Blok VI, RT.01/03, Jl. Gatot Subroto

Museum Kehutanan “Ir. Djamaludin Suryohadikusumo" merupakan satu-satunya museum di Provinsi DKI Jakarta dengan tema kehutanan. Museum pertama kali diresmikan pada 24 Agustus 1983 dengan nama Museum Kehutanan Manggala Wanabakti. Pada 5 Juni 2015, nama museum diganti menjadi Museum Kehutanan Ir. Djamaludin Suryohadikusumo di bawah kepemilikan dan pengelolaan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Repubik Indonesia. Museum Kehutanan “Ir. Djamaludin Suryohadikusumo" ini dibangun dengan tujuan sebagai pusat informasi dan dokumentasi kehutanan di Indonesia.

museum

Monumen Yogya Kembali

Jl. Jongkang

Monumen Yogya Kembali dibangun pada 29 Juni 1985 diawali dengan upacara tradisional penanaman kepala kerbau dan peletakan batu pertama oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII. Gagasan pendirian monumen ini dilontarkan oleh Kolonel Sugiarto selaku Walikotamadya Yogyakarta dalam peringatan Yogya Kembali yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta pada 29 Juni 1983. Pemilihan nama Yogya Kembali dimaksudkan untuk mengenang peristiwa sejarah ditariknya tentara pendudukan Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949. Peristiwa ini menjadi tanda awal bebasnya Bangsa Indonesia secara nyata dari kekuasaan Pemerintah Belanda. Pembangunan monumen berbentuk kerucut yang terdiri dari 3 lantai ini selesai dibangun dalam waktu empat tahun. Monumen Yogya Kembali resmi dibuka oleh Presiden Soeharto pada tanggal 6 Juli 1989.

museum

Museum Kanker Indonesia

Jl. Kayun 16-18

Museum Kanker Indonesia atau Museum Kanker Indonesia Yayasan Kanker Wisniwardhana (MKI-YKW) merupakan museum khusus yang didirikan pada 2 November 2013, di Surabaya, Jawa Timur. Tujuan didirikannya museum ini adalah untuk melakukan usaha pengoleksian, mengkonvervasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda-benda atau materi-materi nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, hiburan dan kesenangan dengan memasukkan unsur sejarah kanker. Koleksi yang dipamerkan di museum berupa alat bantu pengenalan kanker, pencegahan, diagnosa awal, penyembuhan, rehabilitasi, paliatif, sejarah dan kebudayaan. Museum Kanker Indonesia akan menjadi museum kanker pertama di dunia serta menjadi model untuk menggalang dan mempersatukan kekuatan dalam melakukan upaya menanggulangi kanker. Selain itu, museum juga diharapkan untuk menyajikan pemenuhan kebutuhan penginderaan manusia meliputi indera penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan pengecapan. Museum ini berada di bawah kepemilikan dan pengelolaan Yayasan Kanker Wisnuwardhana.

museum

Museum Anti Narkoba (Wale Anti Narkoba)

Kompleks Pa’dior Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara, Jl. Raya Pinabetengan

Museum Anti Narkoba (Wale Anti Narkoba) merupakan museum yang pembangunannya dilatarbelakangi dengan semakin tingginya jumlah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia, termasuk di Sulawesi Utara (Sulut). Ketua Umum Yayasan Institut Seni Budaya Sulawesi Utara (YISBSU), Irjen. Pol. (P) Dr. Benny J Mamoto (Mantan Deputi bidang Pemberantasan BNN) menginisasi pendirian Wale Anti Narkoba (WAN) pada tanggal 26 Februari 2014. Kata Wale sendiri berarti rumah dalam bahasa Minahasa, Sulawesi Utara. WAN adalah museum bertemakan informasi Narkoba pertama kali di Indonesia. Lebih tepatnya, WAN adalah media pendidikan bagaimana mencegah serta memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba, yang berisi data dan informasi komprehensif dengan menggunakan multi raga. Lokasi museum WAN bertempat di dalam Kompleks Pusat Kebudayaan Sulawesi Utara (Pa’dior), Jl. Pinabetengan, Tompaso-Minahasa Sulawesi Utara. Di dalam kompleks ini juga terdapat beberapa museum lainnya, seperti Museum Pinawentengan, Museum Rekor, Museum Tenun, dan lain-lain.

Testimoni