museum

Museum Loka Budaya merupakan museum yang didirikan pada 1970 dan diresmikan oleh Prof. Dr.Ida Bagus Mantra pada 1 Oktober 1973. Museum ini berada di bawah Lembaga Antropologi Universitas Cendrawasih. Akan tetapi, dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1980 tentang Penataan Organisasi Perguruan Tinggi/ Institut Negeri, maka Lembaga Antropologi khususnya bagian penelitian dilebur menjadi Pusat Penelitian Universitas Cendrawasih. Sedangkan Museum Loka Budaya tidak tertampung dalam struktur unit lainnya. Oleh sebab itu, pada tahun 1990 dikeluarkan Surat Keputusan Rektor Tanggal 4 Juli 1990 No: 1698/PT.23.H/C/1990, yang menjadikan Museum Loka Budaya sebagai Unit Pengelola Teknis berada dibawah pengawasan Rektor Universitas Cendrawasih.

museum

UPT Museum La Pawawoi

Jl. MH Thamrin No. 9, ManurungngE, Kecamatan Tanete Riattang

Pembentukan Museum La Pawawoi diprakarsai oleh Kepala Daerah Tingkat II Bone H. Suaib dan Kepala Kebudayaan Andi Muh. Ali Petta Nompo. Pada tanggal 5 Januari 1971 dibentuklah Museum La Pawawoi berdasarkan keputusan Kepala Daerah Tingkat II Bone Nomor: 1/DN.K/KPTS/1/1971. Museum La Pawawoi menggunakan gedung Saoraja Andi Mappanyukki sebagai bangunan utama museum. Penamaan Museum La Pawawoi diinisiasi oleh Bapak H. Suaib selaku Kepala Daerah Tingkat II Bone. Beliau yang baru saja tiba dari Jakarta dalam rangka penetapan La Pawawoi sebagai pahlawah nasional terinspirasi atas jasa dan sepak terjang La Pawawoi ketika berperang melawan Belanda tahun1905. Oleh karena itu nama La Pawawoi kemudian dijadikan nama museum yang baru saja diresmikan. Pendapat lain juga mengatakan bahwa penamaan La Pawawoi digunakan sebagai nama museum dikarenakan koleksi-koleksi kerajaan yang dipamerkan di museum ini merupakan koleksi yang dulunya berada di Saoraja La Pawawoi (Bola Subbi’e). Banguan Museum La Pawawoi yang saat itu telah berusia 48 tahun diputuskan akan dipugar untuk menjaga kondisinya. Gedung Museum La Pawawoi dipugar pada proyek pemugaran dan pemeliharaan peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Selatan. Proyek tersebut membutuhkan dua tahun anggaran untuk penyelesaian yaitu tahun 1979/1980 sampai dengan 1980/1981. Setelah pemugaran selesai, Museum La Pawawoi diresmikan Kembali oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Daud Yusuf pada tanggal 14 April 1982.

museum

Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia

Jl. Ir. H. Juanda No. 22 - 24

Museum Nasional Sejarah Alam Indonesia merupakan pengembangan Museum Etnobotani Indonesia (MEI) yang mula-mula dicetuskan oleh Prof. Sarwono Prawirohardjo, yang merupakan kepala LIPI pada saat itu. Gagasan tersebut bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung baru Herbarium pada tahun 1962, yang kemudian dimantapkan kembali ketika Dr. Setijati Sastrapradja memegang jabatan Direktur LBN (Lembaga Biologi Nasional) pada tahun 1973. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya Museum Etnobotani Indonesia (MEI) tersebut dapat terwujud dan diresmikan pada tanggal 18 Mei 1982 oleh Menristek Prof. Dr. Ing. B. J. Habibie.

museum

Museum Layang-Layang Indonesia

Jl. H. Kamang No.38, RT.8/RW.10

Museum layang-Layang Indonesia di dirikan oleh Ibu Endang Ernawati yang memiliki ketertarikan khusus terhadap budaya layang-layang. Pendirian Museum ini dilatarbelakangi oleh kepedulian Ibu Endang akan budaya layang-layang yang mulai mengalami kemerosotan, dari hal tersebut dimulai dari tahun 1980 bu endang muali berkecimpung dalam budaya layang-layang yang kemudian mengoleksi berbagai layang-layang dan kemudian pada tahun 1985 beliau mendirikan Merindo Kite and Gallery. Berangkat dari Merindo Kite and Gallery kemudian pada tanggal 21 Maret 2003 Endang Ernawati atau dikenal juga dengan nama Endang W. Puspoyo mendirikan Museum Layang-Layang Indonesia yang diresmikan langsung oleh Menteri Pariwisata dan Kebudayaan I Gede Ardika. berbagai Museum ini didirikan untuk memberi informasi tentang layang-layang dari seluruh nusantara dan mancanegara, termasuk layang-layang tradisional dan modern. Museum milik Endang Ernawati ini cocok untuk anak-anak dan pecinta layang-layang, karena di museum ini terdapat berbagai informasi yang berkaitan dengan layang-layang, baik berupa tulisan, gambar, maupun video. Selain menyediakan informasi tentang layang-layang, museum ini juga menyediakan kegiatan pendukung, seperti melukis payung, melukis kaos, melukis wayang mini, membatik, membuat dan mewarnai Layang-layang.

museum

The Blanco Renaissance Museum

Jl. Raya Campuhan

Blanco, dibantu oleh seorang Bali, membangun gubuk bambu pertamanya di Ubud. Blanco kemudian jatuh cinta dan menikah dengan Ni Rondji, gadis Bali anak tukang kayu yang membantunya membangun rumah. The Blanco Renaissance Museum di Ubud merupakan impian terakhir Antonio. Ia mendesain konsep museum dan meletakkan batu pertamanya pada tahun 1998. Sayangnya, saat museum diresmikan pada tahun 2000, Antonio Blanco sudah tidak sempat menyaksikannya. Arsitektur The Blanco Renaissance Museum merupakan perpaduan antara arsitektur Spanyol dan Bali yang menggambarkan perpaduan antara Blanco dan istrinya. Di depan pintu masuk museum, berdiri megah gapura yang merupakan logo museum, berbentuk tanda tangan sang maestro.

museum

PUMA Museum (Putrawan Museum of Tribal Art)

Jl. Trenggana No 108 Banjar Pelagan

PUMA Museum (Putrawan Museum of Tribal Art) merupakan museum yang didirikan pada 14 Oktober 2004 dan diresmikan oleh Walikota Denpasar, Drs. A. A. Puspayoga pada 31 Desember 2004. Museum ini berawal dari kecintaan pemiliknya terhadap benda-benda seni, sehingga akhirnya mengantarkan Made Gede Putrawan menjadi kolektor karya seni, baik seni lukis, patung, maupun seni primitif dengan koleksi sebanyak 385 dan 210 koleksi utama. Pengumpulan koleksi telah dilakukan sejak tahun 1970. Untuk menambah nilai dari museum, ditampilkan lukisan I Made Wiradana pada bagian depan bangunan museum. I Made Wiradana merupakan pelukis yang karyanya terinspirasi oleh seni primitif yang digambarkan pada keramik.

Testimoni