museum

Museum Kabupaten Pidie Jaya

Taman Kota Komplek Perkantoran Bupati

Museum Pidie Jaya atau yang umum dikenal masyarakat dengan sebutan “Rumoh Aceh” berlokasi di Taman Kota Pidie Jaya, sisi barat Komplek Perkantoran Bupati, Gampong Manyang Lancok, Kec. Meureudu, Kabupaten Pidie Jaya. Pendirian museum ini diprakarsai oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya, Marzuwan, M.Pd. Ide pendirian museum ini disambut antusias oleh Bapak Saiful, M.Pd. (Kepala Bappeda Pidie Jaya sekarang) yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pidie Jaya. Berkat kesungguhan untuk mewujudkan ide pendirian museum ini dan atas dukungan dari berbagai pihak utamanya Bupati Pidie Jaya, Aiyub bin Abbas, Museum Pidie Jaya berdiri pada tanggal 07 Juni 2020. Rumoh Aceh dipilih sebagai bangunan utama dari museum sebagai bukti kekayaan intelektual nenek moyang kita pada zamannya. Rumoh Aceh ini merupakan warisan dari saudagar Muhammad Daud -salah satu saudagar terpandang di kawasan Meureudu pada masanya- yang dibangun pada tahun 1830 masehi. Selama lebih kurang 200 tahun terakhir rumah ini terus dirawat dan dilestarikan oleh ahli waris dari generasi ke generasi. Pada masanya, rumah ini merupakan salah satu rumah mewah berbahan dasar kayu jati, merbau, dan semantok yang disokong dengan 28 tiang penyangga dan berhiaskan 7 macam ornamen ukiran yang menawan. Setiap sisi dari rumah ini memiliki makna filosofis tersendiri dan turut menjadi saksi sejarah perkembangan Pidie Jaya dari masa ke masa. Awalnya rumah ini berada di Gampong Meunasah Balek, Kec. Meuredu. Karena faktor historis dan kekayaan budaya yang terkandung didalamnya, atas persetujuan Tgk. Nur Iman -kolektor yang mengambil alih kepemilikan rumah ini dari ahli waris- Rumoh Aceh ini dipindahkan ke Taman Kota dan sampai hari ini dipertahankan orisinilitasnya sebagai Museum Pidie Jaya. Saat ini Museum Pidie Jaya mengoleksi seratusan benda peninggalan sejarah dan kebudayaan yg terdiri atas foto, dokumen, alat rumah tangga, alat perhubungan, alat pertanian, alat transportasi, permainan tradisional, pakaian, perhiasan, koleksi numismatik, alat ibadah, dan sebagainya. Koleksi museum ini ditata sedemikian rupa menyesuaikan dengan fungsi ruangan dalam Rumoh Aceh pada masanya. Koleksi ditata mulai dari lantai dasar, serambi depan, serambi tengah, kamar, serambi belakang, dan pekarangan. Di pekarangan museum bagian belakang terdapat sebuah krong pade (tempat penyimpanan beras tradisional) lengkap dengan dua buah Jeungki (alat penumbuk padi tradisional) di kanan kiri nya. Selain itujuga terdapat dua buah balee (balai tempat duduk) yang pada zaman dahulu biasa digunakan untuk bersantai maupun menerima tamu. Pengunjung yang memasuki area museum ini akan merasakan atmosfir yang berbeda seakan sedang meluncur dalam lorong waktu ke masa abad 19. Untuk menguatkan fungsi museum sebagai arena rekreasi, Museum Pidie Jaya dikelilingi taman bunga yang asri dan berbagai tanaman obat tradisional. Setiap sore pengunjung juga dapat menyaksikan peserta didik yang tergabung dalam Sanggar Seni Meurah Setia berlatih menari dan memainkan alat musik tradisional Aceh seperti rapa’i dan serunee kalee. Gerak tarian yg enerjik ditambah permainan musik tradisional yang artistik menjadikan pengunjung semakin tertarik untuk melihat lebih dekat Museum Pidie Jaya. Hal unik yang mungkin tidak didapati di museum lain adalah setiap pengunjung yang ingin memasuki Museum Pidie Jaya harus menaiki rakit menyeberangi danau buatan yang mengelilingi area museum. Ditambah latar belakang sawah penduduk yang terbentang luas dan bukit barisan yang berjajar rapi menjulang tinggi membuat masyarakat selalu menjadikan Museum Pidie Jaya sebagai tujuan bersantai di sore hari. Tak jarang area museum juga dijadikan sebagai spot foto pre-wedding. Rata-rata pengunjung harian di Museum Pidie Jaya antara 50 sampai dengan 100 orang. Jumlah ini bisa melonjak sepuluh kali lipat di musim liburan sekolah.

museum

Museum Kota Juang Bireuen

Jln.Tgk. Pulo Kiton Lr.Hob Mubin No. 30

Pada tanggal 30 Maret 2021, MUSEUM KOTA JUANG BIREUEN diresmikan oleh Bupati Bireuen, yang bersamaan dengan dilangsungkan juga peluncuran dua buah buku yakni buku H. AbuBakar bin Ibrahim bin Salem Bey, Nek Haji Sang Maestro dan buku Para Tokoh Galeri Museum Kota Juang Bireuen 2021, yang kedua kegiatan tersebut berada dalam satu kompleksitas sejarah dan peran bagi Bireuen, yang hadir dari realisasi keberadaan nuansa naluri untuk berperan, kesetiakawanan dan toleransi, simpati dan empati terhadap sesamanya dalam harap menghadirkan masyarakat yang maju dan bermartabat, yang harmonis dan rukun, yang berada dalam bingkai etika moral dan kesantunan sebagai pemenuhan dari perjalanan sejarah panjang Bireuen dan menjadi catatan serta harapan untuk terus melangkah maju bagi kaum yang berfikir. Bireuen yang keberadaan geografisnya terletak diantara 04° 54' 00''-05^° 21' 00' LU- dan97° 20’00”BT, merupakan hasil pemekaran dari Aceh Utara pada Tanggal 12 Oktober 1999, berdasarkan pijakan hukum undang- undang No 48 Tahun 1999. Bireuen memiliki wilayah teritorial seluas 1.796,32 km 2 (1.79.632 Ha), ketinggian daratan 0-2637 Mdpl (meter diatas permukaan laut). Bireuen sebagai kabupaten yang sekarang terdiri dari 17 kecamatan, dengan kecamatan peudada sebagai kecamatan terluas dengan luas wilayah (312,84 km)2 atau sebesar 17,42% dari luas kabupaten Bireuen, sebagai kecamatan terkecil adalah kecamatan kota juang dengan luas hanya 16,91 km2’ dengan keberadaan populasi penduduk diatas 420.000 ribu pada akhir 2017.akhirnya memiliki museum perdana dalam upaya menghimpun catatan perjalanan peradabannya. Dilatar belakangi oleh sejarah seorang tokoh H.Abubakar bin Ibrahim bin Salim Bey, yang biografi kehidupannya termasuk dalam buku H.Abubakar bin Ibrahim bin Salim Bey, haji sang maestro, tampil selaku metro kehidupan dari pemilik genetik yang memiliki bibit, bobot dan bebetnya keberadaan janin, sehingga tampilnya jati diri yang bermakna bagi lainnya, yang telah melalui tempaan pendidikan pada kapasitas keberadaan ajaran keyakinan dan pengetahuan serta keberadaan lingkungan yakni situasi dan kondisi dari domisilinya sebuah kehidupan seorang manusia, maka menjadi layak kala para ahli warisnya, para putra-putri selaku dari cucu dari H.Ibrahim Salim Bey, dalam langkah bersama dengan Hj. Noor Balqis,S.psi selaku inisiatornya, mengaitkan dengan sebuah alasan konkrit dan mendirikan MUSEUM KOTA JUANG BIREUEN, dibawah keberadaan YAYASAN MUSEUM KOTA JUANG BIREUEN MUSEUM KOTA JUANG BIREUEN, berada dijalan hob Mubin No. 31, Gampong baro bireuen, dibangun diatas sebidang lahan, seluas 600m2, yang berada dalam sebuah lokasi sebagai makamnya H. Abubakar bin Ibrahim salim bey dan keluarganya, yang terdiri atas 2 bagunan utama, yakni berupa Rumoeh Tradisional Aceh dan duplikasi dari Meuligoe Bireuen yang terletak diantara empat makam keluarga besar Teungku H.Abu bakar bin Ibrahim bin salim bey, seorang putra kelahiran turki, yang menjalani hidupnya dengan masyarakat Bireuen secara utuh, sehingga beliau mampu berkarya untuk membangun peradaban Bireuen di masa itu bersama sahabat-sahabatnya sebagai masyarakat Bireuen Aceh kala itu, sesuatu yang sangat bersejarah sebagaimana yang telah ditulis dalam buku H. Abu Bakar bin Ibrahim bin Salem Bay, Nek Haji sang maestro, yang memiliki satu kesatuan visi-misi, yang seluruhnya diluncurkan secara bersamaan. Harapan utama atas keberadaan Museum Kota Juang Bireuen, diperuntukan sebagai sarana: Menghimpun jejak para tokoh yang telah berkarya untuk Bireuen, Aceh dan Indonesia, dilengkapi dengan lukisan dan catatan sejarah mereka, mulai dari para pejuang, ulama, pendidik, Budayawan, Pengusaha, Seniman,Olahragawan, dan siapapun yang telah merajut kemaslahatan bangsa dan negara pada masanya. Menghimpun barang atau peralatan yang menunjang kehidupan masyarakat yang pernah digunakan sehari-hari, yang kini mulai ditinggalkan dan patut dilestarikan, agar tidak punah dan terlupakan. Sebagai sarana pendidikan, pembelajaran dan penelitian baik pengajian sejarah masa lalu maupun tempat pengajian masyarakat sekitar Tempat rujukan objek wisata, sebagai situs sejarah yang menjadi alternatif untuk menggali peradaban masa lalu Berbagai tujuan positif lainnya yang mendukung gelar Bireuen sebagai Kota Juang, dengan harapan, museum ini merupakan pionir untuk melestarikan cagar budaya yang persembahkan untuk generasi mendatang. Dalam buku Para Tokoh Galeri Museum Kota Juang Bireuen 2021, termaktub uraian bahwa “museum” sebagai institusi permanen,nirlaba, melayani, kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengkoleksian, mengkonservasi, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, penelitian, dan kesenangan juga karena Museum itu adalah bagian dari tempat rekreasi. Keberadaan museum Kota Juang Bireuen menjadi sangat penting mengingat museum tersebut tidak hanya memiliki fungsi sebagai pelindung benda cagar budaya, melainkan juga sebagai tempat pembentukan ideologi,disiplin dan pengembangan pengetahuan bagi publik.

museum

Museum Arkeologi Onrust

Gugusan Kepulauan Seribu

- Pulau Onrust, pulau Cipir, pulau Kelor, dan pulau Bidadari dinyatakan sebagai pulau bersejarah yang dilindungi berdasarkan Keputusan Gubernur KDCI Jakarta No.CB. 11/2/16/1972. - Pulau Onrust, pulau Cipir, pulau Kelor, dan pulau Bidadari dikelola dalam UPT Taman Arkeologi Onrust Dinas Kebudayaan dan Permuseuman Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2002. - Pada tahun 2013 UPT Taman Arkeologi Onrust bernaung di bawah UP Museum Kebaharian Jakarta bergabung dengan UPT Museum Bahari. Kemudian pada tahun 2016 UPT Rumah Si Pitung/Situs Marunda menyusul bergabung di bawah UP Museum Kebaharian Jakarta. - Pada tahun 2015 regulasi tentang penetapan cagar budaya tahun 1972 telah diperbarui dalam SK Gubernur No. 2209 tahun 2015 tentang Penetapan Kawasan Cagar Budaya Taman Arkeologi Onrust yang meliputi pulau Onrust, Kelor, Cipir, dan Bidadari. - Museum Arkeologi Onrust mengelola kawasan cagar budaya yang berada di Kepulauan Seribu yaitu pulau Onrust, pulau Cipir, pulau Kelor dan pulau Bidadari.

museum

Museum Kapal Samudera Raksa

Jl Badrawati Borobudur

Perintah dari Presiden RI Ibu Megawati Sukarno Putri,untuk mengabadikan Kapal yang telah berlayar dari Jakarta sampi Afrikaa dalam rangka napak tilas jalur kayu manis

museum

Museum Song Terus

Jl. Goa Song Terus RT 1 RW 6, Dusun Weru

Lokasi Situs Song Terus yang terletak di Kawasan Cagar Budaya Gunung Sewu menyimpan jejak-jejak budaya dan perubahan lingkungan prasejarah Indonesia, khususnya di Kawasan Cagar Budaya Gunung Sewu selama ratusan ribu tahun. Meskipun tidak dapat dibuktikan secara langsung, para penghuni Gunung Sewu dipastikan adalah sosok-sosok yang pantang menyerah. Hal ini dapat dilihat dari pengetahuan yang diturunkan antar generasi melalui pengembangan dan penyesuaian antara teknologi peralatan dan kebudayaan dengan potensi lingkungan yang ada di sekitarnya. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal Kebudayaan melalui Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman selaku pembina dari museum-museum yang ada di Indonesia merasa perlunya membangun suatu museum atau ruang informasi yang menyampaikan sejarah perkembangan budaya prasejarah dalam sejarah Indonesia, khususnya pada masa Pleistosen akhir menuju Holosen sebagai kesinambungan dari Situs Manusia Prasejarah Sangiran. Setelah melalui proses sayembara desain bangunan yang diselenggarakan oleh kerja sama antara Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dan Ikatan Arsitek Indonesia pada tahun 2015, desain milik PT. Urbane Indonesia terpilih sebagai pemenang. Kemudian pembangunan gedung museum dilaksanakan sejak tahun 2016 hingga akhir 2019, dilanjutkan dengan penataan ruang pamer yang dilakukan selama tahun 2020. Pada 12 Oktober 2022 dilakukan peluncuran awal Museum Song Terus bersama dengan Museum Batik Indonesia di Jakarta, dan Museum Semedo di Tegal. Saat ini kepemilikan dan pengelolaan museum berada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

museum

Museum Semedo

RT 4/ RW 2

Penemuan sisa manusia purba, fosil flora fauna, dan berbagai artefak batu serta artefak tulang pada kawasan cagar budaya Semedo mendorong Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi melalui Direktorat Pelindungan Kebudayaan untuk membangun sarana pelestarian cagar budaya, sarana edukasi, dan rekreasi bagi masyarakat dalam bentuk sebuah museum. Museum Semedo dibangun pada tahun 2015 bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Tegal. Museum Semedo didirikan untuk melestarikan tinggalan kehidupan manusia purba, mempublikasikan hasil penelitian, serta memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai nilai penting Semedo sebagai salah satu situs arkeologi dan situs manusia purba terkemuka.

Testimoni