museum

Monumen Pers Nasional

Jl Gajah Mada 59

Pada 9 Februari 1971 Menpen Budiarjo menyatakan pendirian Museum Pers di Surakarta Tahun 1973 pada kongres di Tretes nama Museum Pers Nasional diubah menjadi Monumen Pers Nasional tanggal 9 Februari 1978 Presiden Soeharto meresmikan Monumen Pers Nasional yang saat itu pengelolanya adalah Yayasan Pengelola Sarana Pers Nasional.

museum

UPTD Museum Batik Pekalongan

Jalan Jetayu No 3 Kota Pekalongan

Museum Batik berdiri pada tanggal 12 Juli 2006 dan diresmikan oleh Bapak Presiden Republik Indonesia ke 6, Susilo Bambang Yudhoyono. Pendirian Museum Batik tak lepas dari usaha masyarakat yang termasuk dalam berbagai komunitas pecinta Batik baik di Pekalongan maupun skala Nasional. Pada awalnya, operasional Museum Batik berada dibawah Kamar Dagang Industri Indonesia (KADIN). Pada tahun 2011, Pengelolaan Museum Batik berpindah ke Pemerintah Kota Pekalongan dimana pembiayaan operasional bersumber dari APBD Kota Pekalongan. Dalam pengelolaan Pemerintah Kota, Museum Batik berbentuk UPTD Museum Batik yang kewenangannya berada dibawah Dinas Perhubungan, Pariwisata, dan Kebudayaan Kota Pekalongan melalui Peraturan Walikota Pekalongan Nomor 1 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Museum Batik Pada Dinas Perhubungan, Pariwisata dan Kebudayaan Kota Pekalongan (Berita Daerah Kota Pekalongan Tahun 2013 No 1). Pada Tahun 2017, seiring dengan pembentukan SOTK baru, UPTD Museum Batik beralih kewenangan dibawah Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kota Pekalongan. Peraturan Walikota tentang operasional UPTD Museum Batik tengah dalam proses pembuatan. Tujuan utama pendirian Museum Batik adalah pelestarian dan pengembangan budaya Batik Indonesia. Berbagai kegiatan dilakukan oleh Museum Batik guna tujuan tersebut seperti memberi edukasi dan pelatihan membatik pada masyarakat, menampilkan koleksi batik dalam ruang pamer dan berbagai pameran, perawatan dan penyimpanan kain Batik, pusat informasi Batik dan penelitian, dan berbagai program kerjasama dengan berbagai pihak terkait tujuan diatas. Museum Batik menjadi salah satu penunjang pengakuan dunia akan Batik Indonesia. Pada tanggal 2 Oktober 2009, UNESCO mengeluarkan sertifikat pengakuan kepada Batik Indonesia sebagai warisan budaya dunia untuk kategori tak benda, yang memenuhi 3 dari 5 domain yang disyaratkan yaitu: Tradisi Lisan, Kerajinan Tangan Tradisional, dan Kebiasaan Masyarakat. Sertifikat ini menandai pengakuan dunia akan budaya batik sebagai budaya luhur yang telah berkembang di masyarakat, yang secara kontiyu diturunkan dari leluhur ke generasi berikutnya, mengunggulkan ketrampilan tangan, proses dan teknik khusus dalam pembuatannya, dan kekayaan motif-motif yang mengandung nilai filosofis, seni, dan kearifan lokal khas nusantara yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan masyarakat dari berbagai sisi seperti sejarah, budaya, seni, perekonomian, kreatifitas, hingga kepariwisataan. Batik telah menjadi identitas dan kebanggaan Bangsa Indonesia yang harus selalu dilestarikan. Untuk pelestarian budaya Batik ini, UNESCO secara khusus memberi sertifikat kepada Museum Batik dengan predikat Best Safeguarding Practices, yaitu sebagai institusi pelestari budaya Batik dengan memberikan pelatihan membatik kepada masyarakat khususnya kalangan pelajar. Museum Batik adalah satu-satunya Museum di Indonesia yang mendapatkan predikat ini.

museum

Museum Wayang Kekayon

Jalan Yogya-Wonosari KM 7 no. 277 Bantul Yogyakarta 55197

Museum Wayang Kekayon ini didirikan oleh almarhum Prof. DR. dr. KPH. Soejono Prawirohadikusumo (Guru besar UGM sekaligus dokter ahli saraf jiwa) dan diresmikan oleh KGPAA Paku Alam VIII pada tahun 1991. Museum ini mengoleksi berbagai jenis wayang yang ada di Indonesia.

museum

Museum Sonobudoyo

Jl. Pangurakan/Trikora No. 6 Yogyakarta

Realisasi pendirian museum Sonobudoyo tidak lepas dari keputusan Kongres Kebudayaan Java-Instituut tahun 1924 di Yogyakarta. Kongres Kebudayaan tersebut menghasilkan beberapa keputusan, salah satunya adalah mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Keputusan tersebut lahir setelah peserta mendapat inspirasi dari pameran dengan tema seni bangunan Jawa yang digelar oleh Java-Instituut saat berlangsungnya Kongres Kebudayaan tersebut. Sebagai langkah awal realisasi pembangunan museum maka dibentuk sebuah komisi bernama Nijverheid Commisie yang bertugas mempelajari dan mengumpulkan data kebudayaan. Komisi tersebut dibentuk pada tanggal 12 Juli 1928 dan diresmikan pada tanggal 19 November 1928 oleh J.E. Jasper, Residen Yogyakarta saat itu. J.E. Jasper sebagai menjabat sebagai ketua komisi, sedangkan sekretarisnya adalah S. Koperberg. Komisi tersebut bertugas mengumpulkan data tentang kerajinan dan kerajinan benda-benda seni dengan bantuan Kantor Kerajinan (Nijverheid Kantoor) di Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Hasil pengumpulan data kebudayaan tersebut didokumentasikan dalam sebuah buku berjudul De Inheemsche Nijverheid op Java, Madura, Bali en Lombok. Buku tersebut diterbitkan pada tahun 1929 yang kemudian dijadikan sebagai dasar pedoman dalam pengumpulan koleksi utama museum sesuai dengan tujuannya. Pengumpulan koleksi juga dibantu oleh Panti Boedaja yang didirikan pada tanggal 10 Februari 1930 di Surakarta. Yayasan tersebut lahir setelah digelar diskusi di Pura Mangkunegaran yang dihadiri oleh Gubernur Residen Surakarta dan Yogyakarta, kepala Mangkunegaran dan Pakualaman, serta Direksi Nasional Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Panti Boedaja bertugas membantu Java-Instituut dalam mengumpulkan data-data kebudayaan berupa naskah kuno. Yayasan tersebut dipimpin oleh Mangkunegara VII yang sekaligus sebagai dewan pengawas. Panitia Perencana Pendirian Museum lalu dibentuk pada tahun 1931 dengan anggota antara lain: Ir.Th. Karsten P.H.W. Sitsen, Koeperberg. Bangunan museum menggunakan tanah bekas “shouten” tanah hadiah dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan ditandai dengan sengkalan candrasengkala “Butha Ngrasa Esthining Lata” yaitu tahun 1865 Jawa atau tahun 1934 Masehi. Sedangkan peresmian dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwana VIII pada hari Rabu Wage tanggal 9 Ruwah 1866 Jawa (6 November 1935 Masehi) dengan ditandai candrasengkala “Kayu Winayang ing Brahmana Budha” yang berarti tahun 1866 Jawa atau tahun 1935 Masehi. Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran). Di zaman kemerdekaan kemudian dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat/Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang-undang No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Propinsi sebagai Otonomi Daerah. Museum Sonobudoyo mulai Januari 2001 bergabung pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi DIY diusulkan menjadi UPTD Perda No. 7/Th. 2002 Tgl. 3 Agustus 2002 tentang pembentukan dan organisasi UPTD pada Dinas Daerah dilingkungan Pemerintah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dan SK Gubernur No. 161/Th. 2002 Tgl. 4 Nopember tentang TU – Poksi.

museum

Museum Tosan Aji

Jalan R.A.A. Tjokronegoro, Purworejo

Museum Tosan Aji didirikan pada tanggal 13 April 1987 oleh Bapak Ismail (Gubernur Jawa Tengah) atas prakarsa Bpk Soerono (Menkopolkam) bertempat di Kompleks Pendopo eks Kawedanan Kutoarjo. Selanjutnya, pada tanggal 10 Juni 2001 oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo Museum Tosan Aji dipindahkan ke Purworejo menempati eks Kantor Pengadilan Negeri pada masa Pemerintahan Belanda di Jl. Mayjend Sutoyo no.10. sekarang Museum terletak di Kompleks Pendopo Kabupaten Purworejodi jl.Setia Budi No.2 Purworejo.

museum

Museum Manusia Purba Sangiran (Klaster Krikilan)

Jalan Sangiran Km. 4 Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, 57275

Situs Kawasan Sangiran, yang berisi uraian tentang potensi dan rencana pengelolaan ke depan, termasuk usulan pembentukan lembaga yang secara langsung mengelola situs Sangiran. Master plan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan dengan pembuatan Detail Enginering Plan pada tahun 2007. Mengacu pada Master Plan dan DED tersebut maka pada tahun 2007 telah dibentuk Satker Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran sebagai UPT dari Dirjen Sejarah dan Purbakala, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Manusia Purba Sangiran pada tahun 1977 ditetapkan sebagai Daerah Cagar Budaya Nasional dan pada tahun 1996 oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai salah satu Warisan Budaya Dunia dengan Nomor 593. Selanjutnya untuk keperluan pelestarian dan pengelolaan maka pada tahun 2004 telah disusun Master Plan Rencana Induk Pelestarian dan Pengembangan Museum Manusia Purba Sangiran (Klaster Krikilan) berdiri pada tahun 2011, pada tanggal 19 Oktober 2014 secara serentak dengan Museum Klaster lainnya dibuka untuk umum.

Testimoni