museum

Museum Universitas Gadjah Mada

Kompleks Perumahan Bulaksumur, Blok D-6 & D-7, Caturtunggal, Depok, Sleman, DIY.

UGM merupakan salah satu perguruan tinggi tertua di Indonesia yang dilahirkan dalam kancah Perjuangan Kemerdekaan. Universitas ini telah menghasilkan banyak karya dan tokoh penting dalam berbagai bidang. Untuk meneruskan nilai-nilai yang melatari dan dikembangkan, didirikanlah Museum UGM pada tahun 2012 dan diresmikan pada Dies Natalis UGM ke-64 tanggal 19 Desember 2013.

museum

Museum Keris Nusantara

Jl.Bhayangkara No.2 Laweyan Surakarta

Museum keris Nusantara diresmikan oleh Presiden RI Ir. Joko Widodopada tanggal 9 Agustus 2017.Museum ini merupakan tindak lanjut dari diakuinya Kris Indonesia oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.

museum

Museum Radyapustaka Surakarta

Jl. Slamet Riyadi No. 275 Surakarta

Museum Radyapustaka semula bernama Paheman Radyapustaka. Secara terminologis, paheman berarti tempat berkumpul, radya berarti raja/Negara, dan pustaka artinya buku atau kitab. Ratusan buku kuno nan klasik milik Keraton Kasunanan Surakarta, yang merupakan karya para raja dan pujangga istana, tersimpan di dalamnya. Tak heran jika di halaman gedung Radyapustaka terdapat patung dada Raden Ngabehi Ronggowarsito, salah satu pujangga Jawa yang sangat termasyur. Patung tersebut diresmikan pada tahun 1953 oleh Presiden Indonesia saat itu, Ir. Soekarno. Paheman Radyapustaka didirikan pada tanggal 28 Oktober 1890 oleh KRA Sosrodiningrat IV, pepatih di Keraton Kasunanan Surakarta pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Paku Buwono IX dan Sri Susuhunan Paku Buwono X. Untuk menghargai jasanya kemudian dibuatkan patung dada KRA Sosrodiningrat IV yang sekarang ditempatkan di tengah ruang pamer museum. Seiring waktu, Paheman Radyapustaka tidak hanya menyimpan koleksi kepustakaan namun juga menyimpan benda-benda bersejarah yang dikumpulkan dari berbagai koleksi dan sumbangan/hibah sejumlah tokoh. Karena itulah, selanjutnya lebih dikenal sebagai Museum Radyapustaka, untuk memberikan gambaran bahwa di tempat itu tidak hanya menyimpan pustaka-pustaka lama, namun juga menyimpan benda-benda bersejarah lainnya yang merupakan warisan budaya masa lalu.

museum

Museum DR. Yap Prawirohusodo

Jl. Cik Ditiro No. 5A Yogyakarta

Museum ini diresmikan tahun 1997 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sebagian besar koleksi berhubungan dengan peralatan kedokteran mata, peralatan rumah tangga, foto, lukisan, buku, dan benda elektronik yang berjumlah lebih dari 900 buah. Museum ini menempati areal di lingkungan Rumah Sakit Mata Dr. Yap dengan luas tanah 246 m2. Rumah sakit Mata Dr. Yap didirikan oleh dr. Yap Hong Tjoen dan diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1923. Awal mulanya pada tahun 1919 Yap Hong Tjoen lulus dari kuliah di Leiden, Belanda dan kembali ke tanah air. Angan-angan untuk mendirikan klinik mata semakin kuat setelah melihat banyaknya penderita penyakit mata dan kebutaan di Hindia-Belanda (Indonesia). Bermula dari mendirikan balai pengobatan mata di Gondolayu (sekarang menjadi kantor Pos Gondolayu), dengan jiwa sosialnya yang tinggi semua pasien mendapatkan hak yang sama. Dengan meningkatnya jumlah pasien, kemudian dengan dana pribadi dan bantuan dana dari berbagai pihak lain, dr. Yap Hong Tjoen mendirikan Rumah Sakit Mata Dr. Yap (dahulu bernama Prinses Juliana Gasthuis voor Oogglijders) . Kemudian pada tahun 1926 didirikanlah Balai Mardi Wuto untuk memberikan pendidikan dan keterampilan kepada tunanetra.

museum

Museum Biologi Fakultas Biologi UGM

Jalan Sultan No. 22 Kelurahan Wirogunan, Kecamatan Mergangsan, Kota Yogyakarta 55151

Pendirian museum ini merupakan gagasan dari Prof. Drg. RG Indrayana (alm.) dan Prof. Ir. Moeso Soeryowinoto (alm.). Beliau berdua adalah Tenaga Pendidik (Dosen) Fakultas Biologi UGM. Awalnya, koleksi museum ini merupakan penggabungan dari koleksi Museum Zoologicum yang dikelola. Prof. Drg. RG Indrayana (alm.) dan koleksi Museum Herbarium yang dikelola Prof. Ir. Moeso Soeryowinoto (alm.). Sejak tahun 1956, kedua museum ini bersama-sama berada di bawah Fakultas Biologi, UGM, Yogyakarta yang kala itu masih bertempat di Ndalem Mangkubumen, Ngasem. Kondang dengan sebutan Fakultas “Kompleks Ngasem”. Pada perkembangan selanjutnya, atas prakarsa Dekan Fakultas Biologi, Ir. Suryo Adisewoyo (alm.), bertepatan dengan Dies Natalis Fakultas Biologi UGM, pada tanggal 20 September 1969, diresmikanlah Museum Biologi yang terletak di Jalan Sultan Agung No. 22, Kecamatan Mergangsan, Kotamadya Yogyakarta, Propinsi DIY. Peresmian dilakukan oleh Rektor Universitas Gadjah Mada, Prof. Dr. Soeroso H. Prawirohardjo, M.A. (Alm.). Museum Biologi UGM mulai dibuka untuk umum sejak 1 Januari 1970. Tahun 1969 – 2001, pengelolaan Museum Biologi ini berada di bawah tanggungjawab Drs. Anthon Sukahar sebagai ketua tim pelaksana sekaligus Kepala / Direktur Museum yang pertama. Kepala Museum selanjutnya adalah Tenaga Pendidik (Dosen) Fakultas Biologi UGM yang ditunjuk oleh Dekan Fakultas Biologi UGM melalui Surat Keputusan Dekan.

museum

Museum Dewantara Kirti Griya

Jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta

Pada suatu kesempatan Drs. Moh. Amir Sutaarga yang bertugas di Museum Nasional Jakarta, dan beliau adalah keluarga dekat Tamansiswa, bersedia datang ke Yogyakarta untuk memberikan pengetahuan dasar tentang permuseuman kepada Kepala museum Sonobudoyo, Kepala museum TNI AD, dan calon petugas museum Tamansiswa, yang dilaksanakan di Museum Perjuangan Yogyakarta. Pada tahun 1963 dibentuklah panitia pendiri Museum Tamansiswa yang terdiri dari: 1. Keluarga Ki Hadjar Dewantara. 2. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa. 3. Sejarawan. 4. Keluarga Besar Tamansiswa. Sampai pertengahan tahun 1969, rancangan adanya museum belum juga terwujud, walaupun sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial. Pada tanggal 11 Oktober 1969 Ki Nayono menerima surat dari Nyi Hadjar Dewantara (pribadi). Dengan adanya surat tersebut, Ki Nayono tergugah untuk segera meminta perhatian kepada Majelis Luhur agar bekas tempat tinggal Ki Hadjar yang sudah dinyatakan sebagai Dewantara Memorial segera dijadikan museum. Pada tanggal 2 Mei 1970, bertepatan dengan hari Pendidikan Nasional, museum diresmikan dan dibuka untuk umum oleh Nyi Hadjar Dewantara sebagai Pemimpin Umum Tamansiswa. Museum diberi nama Dewantara Kirti Girya, nama tersebut pemberian dari bapak Hadiwijono seorang ahli bahasa Jawa. Adapun keterangannya sebagai berikut. Dewantara, diambil dari nama Ki Hadjar Dewantara, Kirti, artinya pekerjaan (bhs. Sansekerta) Griya, berarti rumah. Dengan demikian arti lengkapnya adalah Rumah yang berisi hasil kerja Ki Hadjar Dewantara. Peresmian museum ditandai dengan candrasengkala “Miyat Ngaluhur Trusing Budi” yang menunjukkan angka tahun 1902 (Çaka ) atau tanggal 2 Mei 1970 Masehi. Makna yang terkandung dalam sengkalan tersebut sama dengan makna dan tujuan memorial yakni, dengan melalui museum diharapkan para pengunjung khususnya generasi muda akan dapat mempelajari, memahami dan kemudian dapat mewujudkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, kedalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

Testimoni